Adi Kalpa - Paramesyajagatnatha |
Adalah sinar Antahkarana yang menyertai setiap ciptaan. Galaksi, planet-planet, semua bentuk kehidupan dan semua yang ada di alam semesta. Pada manusia terbentuk sejak pertama kali jantung berdetak dalam kandungan sang ibu. Setelah lahir sinar ini masuk ke Yoni sang ibu, secara hierarki menuju nenek dan seterusnya hingga berakhir pada Lingga wujud Dewa Siwa. Dari Lingga wujud Dewa Siwa ini kemudian menuju Lingga Acarya, Gunung Suci yang di Bali adalah Gunung Agung yang akhirnya menuju Lingga Semesta yang gaib. Suatu alasan umat Hindu menyembah leluhur dalam menjalankan Agama. Leluhur yang masih hidup adalah orang tua, ayah dan ibu, kakek dan nenek serta yang berkaitan dengan garis dari kelahiran manusia. Lingga Pingkalingganing Bhuwana diwujudkan atas amanah Hyang Kalki Awatara dan Hyang Mpu Kuturan. Adalah yang akan menjadi pusat Poros Bumi di Kaliyuga terakhir ini. Pada zaman ini poros bumi sudah bergeser sepanjang 22o menuju Timur Laut, suatu saat manakala pergeseran telah mencapai 180o maka persepsi kita akan arah mata angin menjadi berubah. Menganggap Barat sebagai arah terbitnya Matahari, dan pada saat tersebut galakasi ini sudah memasuki fase terakhir yang disebut Adi Kalpa. Adi Kalpa adalah perjalanan galaksi ini dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan yang berdurasi 9 triliun tahun cahaya waktu Dewa Brahma. Baiklah kukisahkan awal mula dari Lingga alam semesta, pelurusan dari Siwa Purana, kisah ini disabdakan oleh Hyang Kalki Awatara: Dewa Wisnu tengah berbaring di lautan Vaikuntha, kemudian muncul tertatai dari pusar dan dari teratai tersebut muncul Dewa Brahma. Selanjutnya Dewa Wisnu menciptakan Lingga semesta yang kemudian memecah diri menjadi dua. Salah satu lingga kemudian mengecil dan menjadi Manik lingga yang disebut Paramesyajagatnatha. Manik lingga kemudian menempati titik trinetra, atau mata ke tiga Dewa Wisnu dan sejak saat itu Dewa Wisnu juga bergelar Narayana. Hyang Narayana kemudian menciptakan Dewa Siwa, kemudian Lingga yang satu disimbolkan sebagai wujud Dewa Siwa, adalah Lingga Acarya alam semesta yang menancap di dasar Vaikuntha yang disimbolkan sebagai Yoni. Lingga tidak berujung dan berpangkal sementara Yoni seluas dan sedalam yang bisa dipikirkan para Dewa. Setelah itu untuk pertama kali terdengarlah suara OM menggema di alam semesta. OM adalah tiga aksara AUM, Ang adalah Brahma , Ung Wisnu dan Mang Siwa. Tidak ada suatu kisah perkelahian Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagaimana banyak naskah dan kisah dari Siwa purana. Kemudian Lingga Yoni merupakan asal muasal (kawitan, tempat asal) dari segala ciptaan di alam semesta. Lingga diibaratkan alat kelamin laki-laki yang terus menerus mengeluarkan sperma yang kemudian dalam triliunan tahun berevolusi menjadi manusia. Isi alam semesta dan Lingga semesta terhubung melalui sinar Antahkarana. Sinar Antahkarana dalam budaya dan tradisi lain disebut dengan Tali Perak atau Silver Core, ibarat jaringan Wi Fi yang membawa informasi setiap ciptaan. Data setiap ciptaan kemudian disimpan pada server semesta yang disebut Ancaka. Adalah Dewa Jogormanik yang berwenang mengontrol database atau pusat data dari pergerakkan, pertumbuhan, penarikan kembali dan semua aktivitas ciptaan. Selanjutnya, Dewa Siwa dengan berbagai wujud menjadi Tuhan Hyang Maha Kuasa, salah satunya sebagai Ida Bhatara Guru yang distanakan di Pura Dalem. Dalam Bhagawad Gita, Narayana besabda: “Sebelum bisa bersatu dengan-Ku baktilah kepada baktaku”. Bakta dari Hyang Narayana adalah Dewa Siwa yang disimbolkan di Bumi sebagai Lingga. Hyang Mpu Kuturan kemudian menciptakan pelinggih Padmasana sebagai lambang Lingga Yoni. Hyang Kalki Awatara bersabda bahwa yadnya utama pada zaman Kali adalah Siwa Lingga Narayana Puja yang akan dijelaskan pada sastra Kalki Bhagawanta Purana. Kisah pedagingan Lingga Pingkalingganing Bhuwana pada waktu awal pembangunan, yaitu: Putra Pinisepuh yaitu I Gusti Agung Bagus Jaya Kusuma yang saat itu baru berumur lima tahun, memegang bunga kamboja cendana berjongkok di atas tanah di mana Lingga tersebut berdiri. Bunga kemudian diremas-remas dan secara tiba-tiba dari tangannya muncul Mutiara sebesar kelereng. Mutiara tersebut kemudian menjadi dasar Lingga. Selanjutnya disabdakan oleh Hyang Kalki Awatara: Untuk melakukan bakti di Lingga Pingkalingganing Bhuwana hanyalah dengan persembahan bunga/canang, kemudian sungkem di hadapan Lingga sambil mengucapkan mantra: “Om Siwa Lingga Narayana ya namah”, kemudian Lingga ditepak dengan kedua telapak tangan, setelah itu diraupkan ke wajah dan kepala. Dengan permohonan yang tulus dan ikhlas, maka segala Papa (kejahatan), Rogha (penyakit), Wighna (rintangan hidup) semoga bisa dihapuskan-Nya, serta semoga di akhir zaman sang Roh bisa bersatu dengan Hyang Narayana. |