Pinisepuh adalah sebutan saya untuk orang yang saya tuakan di lingkungan Paguyuban Dharma Giri Utama. Berasal dari kata sepuh atau tua. Tua yang lebih tua adalah pinisepuh dan yang mengerti hakekat Leluhur yang melinggih di Majapahit Nusantara. Pinisepuh adalah keturunan langsung dari sejarah raja-raja Majapahit yang akhirnya menerima titah dan kacunduk untuk melestarikan budaya Kerajaan Majapahit.
Pinisepuh bernama Gusti Agung Yudistira adalah keturunan Arya Kenceng Tegeh Kori berasal dari Jero Agung Pengastulan, Seririt, Buleleng, tetapi sekarang ini berdiam di Denpasar. Jero Agung Pengastulan adalah resmi keturunan langsung dari silsilah raja-raja, sesuai dengan prasasti yang ada di Jero Agung Pengastulan yang juga sudah diakui oleh Puri Pemecutan dan dibenarkan serta disahkan oleh Kerajaan Belanda yang banyak mengetahui silsilah raja-raja di Nusantara.
Awal Mula Pengabdian Agung Yudistira menerima pencerahan sejak lahir, dianugrahi kemampuan melihat gaib alam bawah dan alam Dewa-dewa semenjak kecil. Banyak sekali pengalaman melihat gaib yang dialami semasa kecilnya. Juga Ia sering sekali didatangi oleh wujud niskala yang mengaku bahwa Beliau adalah Kompyangnya. Termasuk terganggu dengan penglihatan-penglihatan sehingga pernah waktu ujian SD, orang tua mengusahakan untuk menutup penglihatannya, dengan mendatangi Pelaku Spiritual yang ngiring Ida Bhatara Peranda Sakti Wau Rauh, yang kemudian diberi kuncup bunga kembang sepatu untuk dimakan. Akhirnya penglihatan mata ke tiga Agung kecil tertutup. Tetapi tiga hari kemudian terbuka lagi.
Masa dewasa setelah lulus SMA, Agung Yudistira adalah seorang DJ di suatu klub malam di Kuta. Kehidupan malam dijalaninya dengan ringan dan santai. Bir dan asap rokok adalah kebiasaan yang menyenangkannya pada saat-saat itu. Akrab juga dengan dunia premanisme walau hanya sekedar bergaul di lingkungan tersebut hingga pada suatu hari Agung harus melakukan pelukatan di Pura, karena sering sekali kecelakaan.
Setelah lulus SMA Agung juga sering sekali didatangi oleh sosok niskali berwujud nenek-nenek. Mulanya Agung mengira nenek-nenek tersebut hanyalah gaib yang menunggu tempat tersebut. Nenek tersebut sering memanggil seperti: ...Rah... Rah... maksudnya Tu Rah Agung panggilan Agung kecil. Nenek tersebut juga sering berkata: Rah... Nira Ratu Niang... Tapi Agung memang tidak mengetahui siapa sebenarnya Beliau, Ida Bhatari Ratu Niang. Berceritapun Agung tidak pernah kepada orang tuanya.
Karena Agung sering kecelakaan akhirnya orang tua Agung bertanya kepada pelaku spiritual yang kemudian jawabannya Agung harus melakukan pelukatan di Pura Dalem Pengembak.
Agung harus tangkil dan melukat sebanyak tiga kali di campuan Pura Dalem Pengembak. Kenapa di Pura Dalem, ini karena Agung juga adalah seorang keturunan Dalem. Akhirnya Agung dengan terpaksa memenuhi dan mengikuti perintah untuk melukat tersebut.
Maka pada hari tersebut duduklah Ia dan keluarga di hadapan pelinggih Ida Bhatari Ratu Niang Ayu (Anak angkat dari Ida Bhatari Ratu Niang Sakti) yang terletak di campuhan Pura Dalem Pengembak dituntun oleh Jero Pemangku.
Setelah semua duduk dengan tenang, Jero Mangku Gede Pura Dalem Pengembak tiba-tiba kerauhan. Percakapan yang panjang terjadi antara Agung dan Jero Mangku yang sedang kerauhan akan tetapi tidak semua diingat oleh Agung. Sampai akhirnya Agung berkata dengan sangat tegas dan berkesan menantang:
“Kalau memang benar ini adalah petunjuk dari Ida Bhatara, coba tunjukkan kepada saya darah Ida Bhatara!”
Suasana menjadi sunyi senyap dengan perkataan Agung yang agak keras dan juga makna dari kata-kata tersebut. Semua orang saling pandang dan Pengayah Jero Mangku yang bernama I Modes, juga tampak terkejut dengan perkataan Agung. Tidak menyalahkan kalau Agung memang ingin bukti. Suasana semakin sunyi karena tidak tahu harus memberi pernyataan apa dan bagaimana atas kata-kata dan ucapan permintaan Agung tersebut. Semua yang hadir adalah manusia biasa dan tak mampu berbuat banyak selain nunas kepada beliau Ida Bhatara. Sementara Jero Mangku masih kerauhan.
Tidak lama kemudian terjadi keanehan. Ada darah berceceran di Daksina yang dilinggihkan. Darah tersebut darah segar. Semua yang hadir saat itu menyaksikan tetesan-tetesan darah tersebut dan berebut ingin memegang Daksina tersebut.
Tetapi Agung masih belum percaya dan serta merta berkata: “Kalau memang benar ini adalah Ida Bhatara tunjukkan kepada saya dua buah keris sekarang juga.” Kemudian pintu pelinggih dibuka, maka tampaklah sepasang keris sesuai dengan yang diminta oleh Agung.
Satu keajaiban telah meluluhkan hati Gusti Agung Yudistira. Ia harus mempercayai kenyataan yang ada dihadapan matanya. Benaknya mulai membayangkan masa depannya yang akan sama sekali berbeda dengan kehidupannya sekarang.
Paica Permintaan yang terakhir kalinya Agung meminta ‘Paica’ atau hadiah dari Ida Bhatara. Permintaan Agung disanggupi tetapi Agung harus melukat terlebih dahulu kemudian kalau pulang membawa Tirta atau air suci.
Besoknya, kepala pembantu Agung kejatuhan batu dari langit ketika sedang nyapu di halaman. Batu itu kemudian diberikan kepada Agung. Agung tidak percaya batu itu adalah paica, kemudian batu tersebut dibuang ke sungai kecil di depan rumah. Tetapi anehnya batu itu kembali lagi pada keesokan harinya, namun masuk ke dalam tempat tirta bahkan sekarang menjadi dua. Besoknya muncul ‘batu caling’ atau batu berbentuk taring. Kemudian muncul ‘pis bolong jaring’ atau uang kepeng bergambar jaring, keris gambar tualen atau semar, keris bergambar Dewa-dewa, tombak kecil. Sampai dengan sekarang paica itu terus muncul dan jumlahnya sudah banyak sekali.
Pelinggih Ida Bhatari Ratu Niang Kemudian, pada hari-hari selanjutnya, Agung diminta membuat pelinggih untuk Beliau Ida Bhatari Ratu Niang Sakti. Tetapi Ibunya tidak setuju dengan alasan takut. Ibunya adalah aktif juga menjalankan bisnis sampingan yang akhirnya pada suatu waktu disarankan untuk mendak Daksina mepayas ke Grya Tanah Kilap, mohon kepada Beliau Ida Bhatari Ratu Niang Sakti. Demikianlah akhirnya dengan tidak disadari, Ida Bhatari Ratu Niang Sakti sudah melinggih atau sudah dilinggihkan di Jeroan Agung Yudistira.
Pelinggih Ida Bhatara Ratu Gede Dalem Ped Petunjuk berikutnya yaitu Agung harus membuat pelinggih Ratu Gede Dalem Ped atau Ida Bhatara Ratu Mas Mecaling. Tetapi sekali lagi ibunya menolak dengan alasan takut. Tetapi akhirnya Ibunya menderita sakit aneh yang akhirnya mengunjungi seorang penekun spiritual atau Balian ngiring yaitu ngiring Ida Bhatara Ratu Gede Dalem Ped. Waktu pulang dari tempat Balian mendapat paica Tirta yang harus dilinggihkan. Maka singkat cerita, melinggihlah pelinggih Ida Bhatara Ratu Gede Dalem Ped.
Pelinggih, Pakulun, Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati Petunjuk berikutnya, Ida Bhatari Ratu Niang Sakti memberi petunjuk kepada Pinipsepuh bahwa Pakulun, Ida Bahtara Lingsir Hyang Pasupati juga berkehendak untuk dilinggihkan di Jeroan. Singkat cerita, Pinisepuh mendapat petunjuk dari cucu Ida Bhatari Ratu Niang Sakti yaitu Ida Bhatara Ratu Bagus bahwa pedagingan untuk melinggihkan Ida Bhatara Lingsir, sudah diantarkan ke Jeroan dan Pinisepuh diminta untuk menggali di halaman rumah. Setelah digali, maka memang ada Giok sebesar piring, dan dari komunikasi Pinisepuh dengan Beliau para Ida Bhatara, memang Giok tersebutlah Pedagingan untuk dipendem waktu melinggihkan Beliau Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati.
Pelinggih Ida Bhatara Ratu Bagus Sesuai petunjuk Beliau, Ida Bhatara Ratu Bagus tidak berkenan dilinggihkan di Jeroan, tetapi tanah tempat galian Pedagingan yang Beliau antarkan disakralkan untuk menghormati Beliau Ida Bhatara Ratu Bagus.
|