Antahkarana dan Cakra Inti |
Mengenali jalur sinar ke-Tuhanan (Antahkarana) Kita lahir ke dunia ini serta dapat hidup karena kita diberikan atman/roh oleh Siwa/Tuhan. Tuhan/Siwa yang selalu berhubungan dengan atman/roh akan menyinari tubuh kita melalui Antahkarana. Antahkarana adalah jalur sinar suci Siwa/Tuhan yang mengalir ke tubuh manusia. Antahkarana dapat dibesarkan dengan jalan membuka inti cakra Sahasrara (cakra Mahkota) melalui upacara ritual yaitu : pawintenan dan dapat dibantu oleh seorang guru spiritual tertentu. Tetapi dalam pengamatan waskita, besar kecilnya sinar Antahkarana tergantung seberapa dekat hubungan orang tersebut terhadap Tuhan/Siwa itu. Kenapa orang yang melakukan upacara yadnya ataupun ritual khusus di Bali mampu untuk memperbesar jalur suci Antahkarana, karena ritual maupun upacara yadnya di Bali secara tidak disadari sama halnya kita melakukan meditasi dan yoga. Yadnya adalah shrada bhakti yang tulus iklas. Jadi kalau setiap manusia sudah tulus hatinya dalam melakukan yadnya tersebut maka tenanglah jiwa bhatinnya. Dan dalam bermeditasi dan yoga kita harus memusatkan pikiran kita pada satu tujuan, agar pikiran kita mencapai ketenangan, bila mana pikiran sudah mencapai ketenangan maka jiwa bhatin secara otomatis akan ikut tenang. Jadi dengan itu untuk mengembangkan Antahkarana ini dapat dilakukan dengan menyeimbangkan antara meditasi/sembahyang dan berbakti secara sungguh-sungguh berdasarkan hati yang tulus ikhlas. Cakra berarti perputaran energi atau pusat aliran energi dalam bentuk roda/cakram. Berputarnya roda energi menimbulkan pusaran energi, pusaran energi yang terbentuk akan di alirkan ke alat-alat organ dalam pada tubuh fisik kita melalui nadi yang sangat halus (meridian). Aliran energi ini bertanggung jawab atas kerja dan fungsi organ dalam di dalam tubuh fisik. Diamati secara kewaskitaan pada tubuh etheris kita, terdapat cekungan seperti sebuah terompet dimana didalam intinya terdapat bulatan sinar menyerupai matahari/bulan kecil yang memancarkan sinar dengan jumlah berkas sinar yang berbeda-beda. Bulatan sinar inilah yang dikenal dengan Cakra. Dalam inti cakra terdapat jalinan simpul yang menyerupai anyaman. Anyaman/inti cakra ini berhubungan erat dengan cakra-cakra lainnya, melalui nadi-nadi atau jalur meridian (tempat mengalirnya prana). Dari beberapa cakra ada cakra-cakra yang akar simpulnya berhubungan langsung dengan nadi utama (Sushumna nadi) yang terletak di rongga tulang punggung tubuh fisik yang diapit oleh dua nadi lain yaitu Ida (terletak sebelah kiri, dingin, sifat chandra/bulan) dan Pinggala (terletak di sebelah kanan, panas, sifat surya/matahari). Ketiga pokok nadi ini adalah sangat berperan dalam olah spiritual. Pencapaian-pencapain kebangkitan spiritual adalah mengandalkan tiga nadi tersebut. Demikian pula kebangkitan Kundalini adalah memanfaatkan tiga nadi ini untuk mengolah prana dengan berbagai teknik meditasi. Sebelum meningkatnya seseoarng dalam pencapaian tertentu dalam spiritualnya maka para Siswa Rohani hendaklah paham cara-cara mengembangkan cakra-cakra terutama cakra inti dan cakra pendukung yang terhubung kepada setiap cakra inti. Di dalam lapisan tubuh terdapat 365 cakra yang terhubung ke cakra-cakra inti. Manusia mempunyai 7 cakra inti dan 7 cakra di luar tubuh. Tujuh cakra inti tersebut adalah : Cakra ini letaknya di ujung bawah tulang punggung/ekor dengan warna kemerah-merahan dengan 4 berkas sinar/daun. Bagian tengahnya terdapat warna sinar oranye. Semakin ke dalam terdapat sedikit bulatan sinar kuning. Disinilah bersetananya dewa Brahma dengan saktinya Dewi Saraswati serta bersemayamnya kekuatan suci Ibu Dewi Kundalini yang berwujud ular emas bermahkota raja melilit lingga Swayambu Siwa dengan tiga setengah lilitan utama. Pengetahuan tentang cakra ini sangatlah penting mengingat cakra Muladhara merupakan pondasi yang perlu dikokohkan sebelum menuju ketingkatan spiritual yang lebih tinggi. Bila pondasi rapuh menyebabkan Anda terhalang di tengah jalan. Cakra muladhara dipengaruhi dari unsur-unsur zat padat (pertiwi), dimana unsur ini berhubungan erat dengan: kebugaran tubuh fisik, hal-hal yang berhubungan dengan materi, perkembangbiakan, kreatifitas dan pertahanan diri. Seseorang yang ingin tetap sehat, ingin punya anak dan menginginkan kekayaan materi yang berlandaskan spiritual hendaklah sering melakukan latihan meditasi untuk mengembangkan cakra dasar ini. Kekayaan bukanlah hal yang dilarang dalam spiritual. Orang yang kaya harta dan berlandaskan pada ajaran dharma adalah orang-orang yang memanfaatkan hartanya untuk diri sendiri dan peningkatan umat lain. Untuk menjaga agar tetap kaya maka tetaplah sebagai pelaku spiritual dan menjaga dengan baik dan meningkatkan diri mengembangkan cakra-cakra lainnya sehingga berbagai kemuliaan akan dapat dinikmati di alam skala dan niskala nantinya. Cakra swadhistana letaknya bersesuaian dengan daerah kemaluan yang memancarkan 6 berkas sinar/helai daun berwarna oranye (jingga). Mandalanya berbentuk bulan sabit sebagai lambang air. Di cakra ini berstanannya dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Laksmi/Sri. Sifat air adalah yang mempengaruhi cakra svadhistana yang mengontrol segala macam nafsu dan emosi. Cakra ini adalah tingkatan yang lebih rendah dari cakra wisudha (cakra tenggorokan) yang menyebabkan tingkah laku yang kasar, hilangnya akal sehat, rasa kurang peduli, kurang percaya pada diri sendiri, kecemburuan dan keserakahan serta kemandulan. Cakra manipura disebut pula cakra pusat pemrosesan prana. Akar-akar cakra ini menyebar hampir keselurah cakra utama/inti. Cakra manipura letaknya bersesuaian dengan cekungan pusar pada tubuh fisik. Bila kita makan, makanan ini diproses di daerah perut. Hasil pemrosesan yang bersifat energi halus disebarluaskan melalui nadi-nadi yang berpusat di cakra manipura. Proses pembakaran di perut yang bersifat lebih kasar digunakan untuk pertumbuhan dan kesehatan tubuh fisik. Cakra manipura terdiri dari 10 berkas sinar/helai daun berwarna kehijauan pada bagian tepinya dan semakin ke tengah warna kekuningan serta pada inti cakra adalah warna kemerahan. Dewa yang berstana adalah dewa Wisnu dengan saktinya. Cakra manipura bersifat api di mana hawa panasnya selalu menuju ke atas. Cakra manipura lebih banyak mempengaruhi sistem pencernaan tubuh fisik dengan mengendalikan usus-usus di dalam perut. Lebih kurang tiga jari di bawah cakra manipura ada yang disebut dengan Tantien yang berkaitan erat dengan cakra manipura dalam proses meningkatkan tenaga dalam dan membangkitkan unsur api serta listrik dalam tubuh manusia. Tantien adalah pusat dari pengolahan gas/ether menjadi unsur api. Ilmu-ilmu yang tergolong kanuragan atau kewisesaan juga berupaya untuk mengembangkan cakra manipura. Telah banyak ditunjukkan oleh praktisi dari banyak aliran yang mampu membuat bola lampu menyala. Di Bali, dari pengamatan Pinisepuh, Cokorda dari Puri Kesiman telah menunjukkan kemampuannya menguasai unsur listrik dengan memanfaatkan petir untuk melakukan hubungan telepon kepada salah satu reporter tv swasta. Hp berdering namun tidak ada nomer hp muncul di layar dan mereka berkomunikasi. Juga dengan penguasaan unsur api yang baik manusia bisa mengendalikan hujan seperti membuat hujan dan menghentikan hujan. Pada tingkatan yang sudah tinggi, latihan dari membangkitkan cakra manipura akan menimbulkan sensasi angin, bahkan mengundang hujan atau terkadang petir di siang bolong. Sesama manusia waskita atau wikan akan saling memahami kejadian alam seperti ini. Bagi pemula, perlu bimbingan seorang guru yang paham untuk meditasi cakra manipura sebab pada pembangkitan unsur api, manusia berhubungan dengan energi planet-planet dan apabila berlatih pada saat mendung sangatlah berbahaya. Mendung sering membawa listrik yang besar dan seandainya kebangkitan sedang terjadi pada siswa tanpa disadari, listrik statis pada tubuh pada saat latihan akan memancing listrik dari mendung. Jadi bahayanya adalah disambar petir. Cakra wisudha letaknya di daerah tenggorokan depan pada tubuh fisik. Cakra ini mempunyai 16 berkas sinar/helai daun dengan warna dominan biru muda pada luarnya dan pada inti cakra terdapat warna putih bening. Unsur-unsur yang terdapat atau mempengaruhi adalah akasa (ether). Pada cakra ini berstanalah hyang Sadasiwa. Cakra wisudha/tenggorokan merupakan pengontrolan tingkat emosi yang lebih tinggi. Cakra ini berhubungan erat dengan cakra svadhistana/sex. Sifat-sifat yang dimiliki sama dengan yang berpengaruh dari cakra svadhistana tetapi dalam tingkatan yang lebih halus. Misalnya sifat kasar yang ditunjukkan tidak lagi dalam bentuk fisik yang vulgar. Tetapi dengan cara-cara taktik/politik yang licik dan dengan kesan intelektual. Dengan adanya hubungan ini gangguan cakra wisudha bisa mempengaruhi prilaku seperti yang disebutkan pada cakra svadhistana termasuk juga bisa menyebabkan kemandulan. Apabila cakra ini aktif dan berkembang dan simpul-simpulnya terbuka maka kita menjadi waskita pendengaran yaitu mendengar suara/swara yang bersifat halus (gaib). Mendengar jarak jauh. Mendengar di sini bukan lagi mendengar dalam batin tetapi mendengar dengan organ fisik layaknya mendengar suara dari kehidupan skala. Bagi mereka yang sudah lama menekuni hal-hal spiritual tentu mengenal kegunaan cakra ajna/mata ketiga. Karena keaktifan cakra ajna sangat dibutuhkan yaitu untuk pewaskitaan/penglihatan/tembus pandang. Berkembangnya cakra ajna maka manusia akan bisa melihat tembus pandang/meneropong ke masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Manusia yang demikian disebut sebagai waskita bahkan wikan. Dengan kewaskitaan manusia dapat melihat mahluk-mahluk halus, energi halus, cakra-cakra beserta warna-warnanya, melihat aura dan bahkan para dewata sekalipun. Keaktifan atau berkembangnya cakra ajna memungkinkan kita memvisualisasikan sesuatu lebih jelas termasuk dapat menghipnotis dengan cara-cara yang halus. Letak cakra ajna adalah di antara kedua alis dengan 2 berkas sinar/lembar helai daun dengan warna yang berbeda. Sebelah daun berwarna keunguan dan sebelah kuning keputihan di inti cakra terdapat lingkaran dengan warna putih cemerlang (bagai sinar matahari). Dewa yang berstana adalah hyang Paramasiwa. Cakra ajna dikenal juga sebagai mata ketiga/mata lahir. Mata lahir dimaksud adalah mata non fisik yang berkemampuan layaknya mata fisik tetapi hanya melihat mahluk gaib/halus bahkan para dewata. Adalah kemampuan melihat yang lebih tinggi dari kemampuan melihat dengan mata batin sebab akan melihat detail dari suatu sosok gaib. Tetapi mata lahir ini tidak bisa meneropong jarak jauh. Fungsi dari cakra ajna adalah mengontrol seluruh cakra-cakra di bawahnya. Berkembangnya cakra ajna adalah terjadi sesuai dengan perkembangan dari cakra-cakra di bawahnya. Cakra ini berada di luar tubuh yaitu kira-kira sejengkal tangan di atas kepala dengan akarnya pada ubun-ubun. Dengan seribu berkas sinar/helai daun berwarna-warni kemilauan, semua warna yang terlihat sangat mengagumkan. Tidak ada kelihatan warna dominan kecuali beberapa lembar helai daun di tengahnya, yang mana keadaannya tergantung dari tingkat spiritual seseorang. Semakin tinggi spiritual seseorang warna ini menjadi kuning keemasan. Biasanya warna daun ini sesuai dengan warna cakra anahata. Diamati secara waskita energi yang bisa memasuki antahkarana hanya energi yang maha suci (roh-roh yang amat suci). Bila cakra sahasrara sudah berkembang akan menuntun manusia lebih mendalami hal-hal yang bersifat kerohanian dan selalu ingin mengetahui ajaran-ajaran kesucian yang berhubungan dengan ke-Tuhanan, ingin memahami sifat-sifat dengan kesadaran somia/buddhies yang lebih tinggi, segala tindak tanduknya didasarkan atas ajaran suci (weda/pengetahuan suci). |