Perjalanan Pratima dan Pusaka Majapahit ke Bali |
SKB mentri telah menutup kegiatan ritual di Pusat Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Ini berarti umat Ciwa Budha tidak bisa menghormati Leluhur mereka di Pusat Majapahit. Oleh karena ini, Brahma Raja Hyang Suryo sudah memikirkan tindakan selanjutnya guna melestarikan Budaya Leluhur yaitu dengan memindahkan Pratima dan Pusaka ke Bali, karena Bali adalah pusat Leluhur serta dalam pandangan Niskala Bali adalah pusat Niskala Dunia. Hyang Suryo dan Pinisepuh yang membawa Pratima serta Pusaka berikut lewat darat: 1. Pratima Ibu Tribuwana Tungga Dewi 2. Pratima Hyang Wisesa atau Prabu Jayasabha 3. Pratima Gajah Mada 4. Pratima Raden Wijaya atau Prabu Jayabaya 5. Pratima Ibu Dewi Gayatri 6. Pratima Ibu Dwi tangan seribu yang berkaki ikan sebagai simbol dari Ibu Dewi Gangga. 7. Keris Mpu Gandring 8. Keris Gajah Mada Tidak ada halangan dalam perjalanan dari Mojokerto ke Banyuwangi. Setelah sampai di ketapang, atas petunjuk, Beliau para Leluhur Pratima dan Pusaka tidak boleh disebrangkan dengan menggunakan kapal laut. Akhirnya Hyang Suryo dan Pinisepuh menyebrang dengan Perahu dari Ketapang ke Gilimanuk Bali. Keris Mpu Gandring dan Keris Gajah Mada dibawa oleh Pinisepuh. Sedangkan Pratima dibawa oleh Beliau Hyang Suryo. Yang sering menyebrang dari Bali ke Jawa tentu tahu, bahwa, Selat Bali adalah selat berarus deras. Ombak yang kecil adalah ombak yang lumayan besar bagi sebuah perahu kecil. Akan tetapi air laut bagai air danau saat tersebut karena menurut Pinisepuh, salah satu keris diacungkan ke angkasa untuk menenangkan ombak sehingga ombak menjadi sangat tenang. Sama halnya dengan Pratima dan Pusaka yang lewat udara yang terdiri dari 50 tombak, 30 Pedang diantaranya Pedang Arya Damar, Pedang Ganesha, 25 Keris beserta bermacam-macam Pratima lainnya, sampai di Denpasar tanpa masalah sedikitpun. Kemudian semua Pratima dan Pusaka yang melalui udara atau naik pesawat setelah sampai di Denpasar, dibawa ke Gilimanuk untuk dipersatukan bersama Pratima dan Pusaka yang lewat darat. Pratima ke Negara
Dari Gilimanuk rombongan pembawa Pratima dan Pusaka menuju ke Pura Majapahit Negara. Di Pura Majapahit Negara, Pinisepuh mendapat petunjuk dari Ratu Gede Dalem Majapahit untuk memberikan keris Sapu Jagat ke Pura Majapahit Negara. Sekarang Keris Sapu jagat menjadi Pajenengan dan disungsung oleh segenap lapisan masyarakat Negara. Dari Negara, rombongan kemudian menuju Pura Majapahit Sukasada, Buleleng. Hyang Suryo mendapat petunjuk untuk menaruh Pratima Ganesha, Keris Ganesha dan Pratima Budha. Karena selama ini diketahui dalam pelaksanaan upcara di Pura tersebut hanya menggunakan kober dan umbul-umbul saja untuk mengenang dan memuja Leluhur. Dari Buleleng, Pratima dan Pusaka menuju ke Pura Jagatnatha Denpasar. Setelah sampai di Pura Jagatnatha rombongan disambut oleh World Hindu Youth Organisation (WHYO) yang dipimpinan Dr Shri Arya Vedakarna, Juga dari Puri, termasuk Ida Cokorde Jambe Pemucutan yaitu Raja Denpasar, banyak Sulinggih juga Barongsai dari Konco Dwipayana Tanah Kilap. Setelah segala keperluan Yadnya siap, rombongan berangkat ke Sanur. Pinisepuh berada di salah satu Delman. Entah petunjuk dari mana tiba-tiba sebuah keris yang dipegangnya ditarik dari sarungnya dan dhunuskan ke udara. Saat itu juga secara serentak semua rombongan yang mebawa keris mencabut keris dari sarungnya dan menghunuskannya ke udara. Termasuk Hyang Suryo. Yang tidak membawa keris dupa pun jadi. Pokoknya semua berpose seperti menghunuskan keris ke udara. Kaki kuda bagian depan semua naik ke udara dan membuat heboh suasana. Kejadian ini terjadi beberapa menit seperti kerauhan bersama tetapi hanya mengacung-acungkan keris saja sampai akhirnya harus dihentikan oleh Hyang Suryo. Setelah suasana kembali normal, perjalanan ke Sanur dilanjutkan.
Pratima dari Majapahit Trowulan beberapa disakralkan dan tidak boleh ditunjukkan ke masyarakat luas dan disimpan di tempat yang sangat rahasia oleh Brahma Raja Hyang Suryo. |